Selasa, 09 Desember 2008

Pak Badun si Penebang Pohon

Cerita oleh: Indah K | Editor: Hadi | Image: IqraMedia
-----------------------------------------------------------------------------------
Di sebuah desa yang terletak di pinggiran hutan, sebagian penduduknya bekerja sebagai penebang pohon liar. Pohon yang mereka tebang lalu dijual ke kota. Adalah Pak Badun, salah seorang penduduk, yang setiap hari menebang pohon di hutan.

Seperti biasa hari itu Pak Badun pergi ke hutan untuk menebang pohon. Tak lupa dia membawa kapak dan perbekalan makan siangnya.

Tak... tok... tak... tok..... bunyi kapak Pak Badun. Kemudian diikuti bunyi kretek... kretek... krosak... wiiing... boummm.... Menggelegar bunyi pohon tumbang. Dengan cekatan Pak Badun melanjutkan pekerjaannya memotong-motong pohon itu.

Setelah lelah bekerja seharian dia beristirahat. Tiba-tiba seekor monyet datang menghampirinya. ”Nguk... nguk... Pak Badun jahat!” kata monyet itu. ”Lho, ada apa ini?” tanya Pak Badun sambil tersenyum ramah. ”Pak Badun dan penduduk lain semuanya jahat. Mengapa pohon-pohon tempat kami bermain dan berlindung ditebangi? Hu...hu...hu....” kata monyet sambil menangis.

”Eh, monyet manis, jangan menangis. Di sana kan masih banyak pohon yang bisa kalian jadikan tempat untuk bermain dan berlindung,” kata Pak Badun merayu.
”Pak Badun, hutan ini semakin sempit karena banyak penduduk desa yang menebang pohon setiap hari. Jadi jangan kaget kalau suatu hari nanti kami turun gunung dan pindah ke desa kalian,” kata monyet sambil pergi meninggalkan Pak Badun.
Bekerja seharian membuat tenaganya terkuras habis. Kemudian Pak Badun membuka bekal makan siangnya. Selesai makan, Pak Badun kipas-kipas sambil merebahkan diri ke sebuah pohon besar, hingga tak terasa dia tertidur.

”Hai Pak Badun, sedang apa kau?” tiba-tiba sebuah suara mengagetkan.
”Hai, siapa kau?” tanya Pak Badun kaget.
”Sedang beristirahat ya? Enak bukan, beristirahat di bawah pohon?” kata suara itu lagi.
”Siapa kamu? Tunjukkan siapa dirimu?” Pak Badun penasaran. Dia kebingungan mencari sumber suara besar itu.
”Aku adalah pohon dimana Pak Badun beristirahat.”
”A..a..apa? Kamu bisa bicara?” Pak Badun tambah ketakutan.
”Tak usah takut Pak Badun. Aku hanya ingin mengingatkan. Bukankah enak, beristirahat di bawah pohon rindang? Kau bisa bersandar pada batangnya, merasakan sejuknya angin yang meniup daun-daunnya, bisa berlindung dari terik matahari dan dari hujan di bawah daunnya yang rindang,” kata pohon melanjutkan.
”Iya.... iya...” Pak Badun masih ketakutan.
”Lalu mengapa Pak Badun dan penduduk desa menebangi pohon-pohon di hutan ini dengan sembarangan? Apakah Pak Badun tidak tahu, kalau pohon-pohon itu bisa menyimpan air sehingga kalau musim kemarau bumi tidak kekeringan?”
”Tidak... aku tidak tahu,” jawab Pak Badun.
”Apakah Pak Badun tidak tahu, kalau pohon di hutan ini bisa menahan tanah jika hujan deras turun?” lanjut pohon itu.
”Tidak... aku tidak tahu,” jawab Pak Badun lagi.

”Astaghfirullahal azhiim... aku tertidur. Mimpi apa aku tadi?” gumam Pak Badun. Segera saja Pak Badun mengemasi barang-barangnya lalu bergegas pulang tanpa menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.
Sesampainya di desa, Pak Badun tidak langsung pulang ke rumahnya, dia menuju rumah Pak Kades. Sampai di rumah Pak Kades, Pak Badun menceritakan apa yang baru saja dialaminya di hutan.

”Pak Badun, itu mungkin peringatan untuk kita, agar kita tidak lagi menebang pohon secara liar,” kata Pak Kades.
”Iya pak, saya sekarang sadar,” jawab Pak Badun.
”Menjaga kelestarian hutan ini, juga merupakan salah satu bentuk rasa cinta tanah air kita Pak Badun,” lanjut Pak Kades. Pak Badun mengangguk-angguk tanda setuju.

Sejak saat itu Pak Badun tidak pernah lagi menebang pohon. Dia selalu mengajak penduduk lain untuk tidak lagi menebangi pohon dan beralih pekerjaan menjadi petani seperti yang dilakukannya sekarang.

Tidak ada komentar: